Mojokerto, Majalahdetektif.com – Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Prabu Satu Nasional Mojokerto menyuarakan dukungannya terhadap Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) melalui aksi damai yang digelar di depan Markas Korem 082/CPYJ, Senin (21/4/2025). Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk aspirasi warga terhadap penguatan peran strategis TNI dalam menjaga keutuhan dan stabilitas nasional di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks.
Ketua DPW Prabu Satu Nasional Mojokerto, Hartono, menegaskan bahwa kehadiran mereka bukan untuk menciptakan kegaduhan, melainkan untuk menyampaikan suara rakyat yang mendambakan peran lebih signifikan dari TNI dalam menjaga stabilitas negara, tidak hanya dalam bidang pertahanan, tetapi juga di berbagai sektor kehidupan masyarakat.
“Kami hadir di sini untuk menyatakan dengan lantang bahwa rakyat Indonesia mendukung penuh revisi UU TNI. Di tengah berbagai ancaman seperti narkoba, terorisme, separatisme hingga kejahatan siber, peran TNI tidak boleh dibatasi. TNI bukan sekadar penjaga kedaulatan di medan perang, melainkan garda terdepan dalam menjaga ketahanan bangsa secara menyeluruh,” tegas Hartono dalam orasinya.
Ia juga menepis anggapan bahwa RUU TNI menjadi ancaman terhadap demokrasi. Menurutnya, justru revisi UU ini akan memperkuat sistem demokrasi Indonesia dari berbagai rongrongan dan potensi ancaman yang bersifat destruktif.
“RUU TNI bukan musuh demokrasi, justru menjadi tameng pelindungnya. Kami, Prabu Satu Nasional, berdiri bersama rakyat dan bersama TNI. Dari Mojokerto, kami menyuarakan aspirasi ini demi masa depan Indonesia yang lebih aman dan kuat,” tandas Hartono.
Menanggapi aspirasi tersebut, Komandan Korem 082/CPYJ, Kolonel Inf Batara Alex Bulo, menyampaikan bahwa DPR RI telah menindaklanjuti suara rakyat dengan menyetujui RUU TNI. Ia menjelaskan bahwa sejumlah pasal penting dalam revisi ini, seperti Pasal 7 dan Pasal 47, memiliki keterkaitan erat dalam memperkuat ketahanan nasional.
“Pasal-pasal itu menunjukkan bagaimana peran TNI tidak hanya terbatas dalam pertahanan militer. Dalam kondisi darurat seperti bencana alam, TNI sering turun langsung ke lapangan meski tidak ada dasar hukum yang mengaturnya secara eksplisit. Itu adalah bentuk pengabdian yang nyata meski harus menghadapi risiko kesehatan seperti ISPA dan TBC,” jelas Danrem.
Ia juga menyoroti poin revisi terkait tugas TNI di sektor peradilan, seperti Mahkamah Agung. Hal ini menurutnya diperlukan untuk menutup celah kejahatan seperti penyelundupan narkotika atau bentuk penyimpangan lainnya.
Selain itu, revisi UU TNI juga mengatur tentang batas usia pensiun prajurit TNI. Danrem menyebutkan bahwa usia pensiun yang direvisi menjadi 60 hingga 62 tahun masih lebih rendah dibandingkan sejumlah negara maju.
“Di negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Prancis hingga Swiss, usia pensiun militer berkisar antara 65 hingga 68 tahun. Bahkan di Malaysia, yang jumlah penduduknya hanya sepertiga dari Indonesia, usia pensiun tentaranya 65 tahun,” paparnya.
Kolonel Batara juga menyinggung tentang kekuatan personel TNI saat ini yang masih jauh dari ideal. Ia menyebut, dengan luas wilayah dan jumlah penduduk Indonesia, idealnya jumlah prajurit TNI mencapai 5 juta orang. Namun karena keterbatasan anggaran, jumlah personel TNI saat ini baru mencapai sekitar 500 ribu.
“Dengan berbagai keterbatasan, kami tetap berkomitmen untuk hadir di setiap situasi yang membutuhkan. Namun dukungan regulasi sangat penting untuk memperkuat kiprah TNI dalam menjaga Indonesia,” pungkasnya. (Den/Adv)