Temuan KPK RI Aktifitas Tambang Bermasalah Di KALSEL

TAPIN, KALSEL, majalahdetektif.com : Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapatkan temuan usaha pertambangan di daerah Kalimantan Selatan bermasalah. Dari instrumen pemanfaatan Monitoring Center for Prevention (MCP) yang digunakan KPK untuk memantau pelaksanaan program pencegahan korupsi di daerah didapatkan banyak usaha tambang di Kalimantan Selatan bermasalah.

 

Sorotan kasus temuan KPK ini ternyata juga tak hanya di daerah lain di Kalimantan Selatan, termasuk Tapin. Hal itu diakui Sekretaris Daerah Tapin Dr.Sufiansyah saat menghadiri acara rakor di Banjarbaru belum lama tadi. “Pihaknya bakal menata pertambangan mineral bukan logam dan batuan (MBLB) di Tapin, sehingga memiliki izin dan menjadi penyumbang bagi PAD di daerah, “ katanya.

 

Pimpinan KPK Alexander disamping membahas tindak pidana korupsi juga menyatakan penataan perizinan sektor tambang di Kalimantan Selatan tentang penataan perizinan tambang, khususnya yang berada di kawasan hutan dan tambang mineral bukan logam dan batuan (MBLB).

 

Dari instrumen pemanfaatan Monitoring Center for Prevention (MCP) yang digunakan KPK. Berdasarkan analisis Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), didapatkan ada sekitar 521 perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan dalam kawasan hutan dengan luas sekitar 370.410 hektar (Ha). Di Pulau Kalimantan, 131.669 Ha dari 326.687 Ha usaha pertambangan dalam kawasan hutan tidak memilki izin usaha pertambangan (IUP) dan persetujuan penggunaan kawasan hutan (PPKH). Khusus di Kalimantan Selatan, 30.015 Ha dari 95.260 Ha atau 31,5 persen luas usaha pertambangan dalam status bermasalah, ilegal, atau harusrmbayar denda karena belum memiliki PPKH.

 

Pihak Kapolri Listyo Sigit juga pernah instruksikan Kapolda Kalsel beberapa waktu lalu untuk ikut menertibkan perkara pidana di tambang Kalsel terutama dugaan pelaku IUP sampai pemalsuan data administrasinya oleh pelaku.

 

Ada beberapa point penting diantaranya penertiban izin usaha pertambangan (IUP). Pada point ini, Pemprov Kalsel harus terus melakukan penertiban IUP yang bermasalah, termasuk IUP yang berada di kawasan hutan dan IUP MBLB yang tidak memenuhi ketentuan. Pasalnya, tahun 2023 tercatat ada sekitar 70 IUP diusulkan dicabut tidak diperpanjang.

 

Point selanjutnya, Penerapan sistem e-shipping untuk monitoring angkutan batu bara secara online sedang diupayakan untuk meningkatkan transparansi dan pengawasannya. Strategi penataan tambang skala kecil, kendati kerap dianggap kecil namun hal ini dapat menimbulkan dampak kumulatif terhadap lingkungan dan sosial. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang tepat untuk mengoptimalkan potensi ekonomi dan meminimalisir resiko.

 

Partisipasi pemangku kepentingan, pentingnya partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengusaha tambang, akademisi, dan masyarakat sipil dalam penataan sektor pertambangan di Kalimantan Selatan. Penataan perizinan tambang di Kalsel bertujuan untuk meningkatkan tata kelola sektor pertambangan yang selama ini menjadi sorotan, melindungi kawasan hutan dan lingkungan dari kerusakan akibat kegiatan pertambangan, dan memastikan manfaat ekonomi dari sektor pertambangan dapat dinikmati oleh masyarakat secara berkelanjutan.

 

Dalam penataan perizinan tambang ini ternyata terdapat tantangan seperti kurangnya data dan informasi karena data dan informasi yang diperoleh kurang akurat tentang kegiatan pertambangan di daerahnya masih terbatas. Hal ini tentunya menyulitkan pengawasan dan penegakan hukum. Sehingga kapasitas aparatur penegak hukum untuk menindak pelanggaran di sektor pertambangan masih perlu diperkuat lagi, dan sebaliknya jangan menjadi beking pengusaha tambang ikut berternak yang akhirnya seperti hewan gunakan kuasa super body peraturan yang bakal direvisi. Disamping itu koordinasi antar lembaga terkait perizinan dan pengawasan tambang perlu dioptimalkan untuk menghindari tumpang tindih dan inefisiensi.

 

Upaya penanganan tantangan ini diantaranya bisa dengan membangun sistem informasi pertambangan yang terintegrasi untuk memudahkan akses data dan informasi. Selain itu, peningkatan kapasitas aparatur penegak hukum melalui pelatihan dan penyediaan sarana prasarana yang memadai perlu dilakukan. Juga koordinasi antar lembaga terkait perlu diperkuat melalui mekanisme yang jelas dan efektif.(Nas)

Leave a Reply