Hukuman Kebiri Sudah Masuk Prolegnas

JAKARTA – MD : Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Yasonna H Laoly memasukan hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). “Kita masukkan dulu di Prolegnas. Ini memang gagasan yang diusulkan untuk mengatasi persoalan pedofilia,” kata Yasonna, usai membuka Forum Hak Kekayaan Intelektual Indonesia-Jepang di Yogyakarta, Selasa (27/10).
    
Menkum HAM menjelaskan hukuman kebiri sebagai hukuman tambahan bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak jangan diartikan sebagai hukuman permanen seumur hidup. “Bukan dibuang testisnya. Jangan disamakan dengan konsep (kebiri) pada zaman dahulu,” kata Yasonna.
    
Menurut Yasonna, di berbagai negara telah jamak ditemukan hukuman kebiri bagi para pelaku kejahatan seksual, melalui metode suntik untuk mengurangi syaraf libido pelaku. Dengan cara itu, pelaku kejahatan diharapkan mampu menghindari perbuatan yang sama. “Karena itu penyakit,” tegas dia.
    
Yasonna menegaskan hukuman yang keras bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak penting diterapkan di Indonesia, sebab pelakunya bukan hanya berasal dari dalam negeri saja. “Pelaku dari luar negeri pun sering datang kemari,” tandas politikus PDIP itu.
    
Sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA) Yohana Yembise mengatakan bahwa kasus kejahatan seksual terhadap anak mendapat perhatian serius pemerintah. Kasus kekerasan terhadap anak, kata dia, tidak hanya meninggalkan kepedihan pada keluarga korban, tetapi dirasakan juga oleh seluruh masyarakat Indonesia.
    
Karena itu, muncul wacana predator anak mendapat sanksi dikebiri. Hukuman itu juga sebagai wujud keseriusan pemerintah untuk memberikan hukuman dan efek jera bagi pelaku. Ia juga berharap pelaku kejahatan seksual tidak hanya menjalani hukuman sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, khususnya Undang-Undang Nomor 23/2002 sebagaimana direvisi melalui Undang-Undang Nomor 35/2014 tentang Perlindungan Anak.
     
Pelaku kejahatan seksual pada anak, kata dia, juga perlu mendapatkan pendampingan serta rehabilitasi baik secara fisik, mental dan psikis agar tidak mengulangi lagi perbuatannya. “Yang terpenting timbul efek jera sehingga kejadian yang sama tidak terulang kembali pada masa mendatang,” katanya.
     
Dengan demikian, kata dia, anak-anak sebagai generasi penerus bangsa akan dapat terlindungi dari kasus-kasus kekerasan, khususnya kejahatan seksual yang dapat menghancurkan masa depan mereka.
    
Dari hasil pendataan yang akan Kemenkum HAM, akan dibuat standar operasional prosedur (SOP) yang akan disebarluaskan dan diterapkan di seluruh sekolah di Indonesia. Tujuannya, kata dia, agar semua pihak ikut memastikan bahwa dalam perjalanan anak dari rumah ke sekolah harus aman. Begitu pula, sebaliknya dari sekolah ke rumah juga harus aman.
    
Bahkan, tambah dia, pada masa mendatang juga akan dipertimbangkan untuk memasang “closed circuit television” (CCTV) di sekolah-sekolah seperti yang selama ini diinginkan oleh para orang tua korban. “Selain dilakukan di sekolah-sekolah, pendataan juga akan dilaksanakan hingga ke tingkat keluarga,” katanya. Menurut dia, pendataan hingga ke tingkat keluarga sangat penting mengingat selama ini banyak kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di lingkungan keluarga atau juga lingkungan terdekatnya. (Indigo)

Berita Majalah Detektif Edisi 135, November 2015 :

Walikota Mojokerto Teken MoU Jaminan Kesehatan Gratis PBI-D
Hukuman Kebiri Sudah Masuk Prolegnas
Kepala BNN dan Kasi Rehabilitasi Kota Mojokerto Dilantik
BPN Surabaya Terbitkan SK Lahan yang Sudah Dibebaskan
Lakukan Pemadaman, Gubernur Jatim Minta Bantuan TNI
Anggaran Humas Pemkab Banyuwangi Sangat Besar dan Tanpa Silva, Beda Dengan Humas Mojokerto

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *