Mojokerto, Majalahdetektif.com – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) di lingkungan Puskesmas Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto, berbuntut panjang. Kasus yang menyeret uang perjalanan dinas hingga 50 persen itu kini menjadi perhatian serius kalangan legislatif dan eksekutif daerah. Komisi IV DPRD bersama Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Bagian Hukum Setdakab Mojokerto sepakat bahwa persoalan ini harus diusut tuntas oleh Inspektorat sebagai lembaga pengawas internal pemerintah daerah.
Langkah tegas tersebut diambil setelah muncul pengakuan dari pihak Puskesmas Dawarblandong terkait praktik pemotongan dana perjalanan dinas yang diduga telah berlangsung sejak tahun 2022. Dari hasil penelusuran awal, terungkap masih ada sisa uang senilai Rp49,6 juta yang hingga kini disimpan oleh bendahara puskesmas. Uang tersebut pun diminta segera dikembalikan kepada pegawai yang menjadi korban pungutan.

Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Mojokerto M. Agus Fauzan menegaskan bahwa dugaan pungli itu tidak bisa dianggap sepele. Menurutnya, meskipun disebut-sebut dilakukan untuk kegiatan sosial, tindakan tersebut tetap melanggar aturan dan tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
“Dari kronologi dan pengakuan yang ada, kami menilai praktik seperti ini harus segera dihentikan dan diusut tuntas oleh Inspektorat. Kegiatan apa pun, jika tidak dilandasi aturan yang sah, tetap salah. Karena itu, kami minta dilakukan pemeriksaan internal sekaligus audit menyeluruh,” tegas Fauzan.
Sebagai tindak lanjut, Komisi IV DPRD juga meminta Dinas Kesehatan untuk menyampaikan laporan tertulis mengenai hasil penelusuran internal dan langkah perbaikan yang diambil. Laporan tersebut diwajibkan diserahkan paling lambat dalam waktu tujuh hari kerja.
“Ini menjadi ukuran keseriusan Dinkes dalam menegakkan disiplin di jajarannya. Kami tidak ingin hal serupa terulang, apalagi menyangkut uang negara dan kepercayaan publik terhadap layanan kesehatan,” ujarnya.
Fauzan juga menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh di seluruh puskesmas di Kabupaten Mojokerto. Ia mendorong agar setiap unit pelayanan melakukan pembenahan standar operasional prosedur (SOP) serta transparansi publikasi biaya layanan, agar tidak menimbulkan celah penyimpangan yang dapat berujung pada praktik serupa.
“Komisi IV akan terus mengawal proses ini. Kami akan turun langsung melakukan pengawasan lanjutan dan sidak lapangan, supaya pembenahan tidak berhenti di atas kertas,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto Dyan Anggrahini Sulistyowati memastikan bahwa pihaknya sepenuhnya mendukung langkah pemeriksaan oleh Inspektorat. Ia menilai proses hukum dan audit internal perlu ditempuh untuk menegakkan akuntabilitas di lingkungan kerja.
“Komitmen kami jelas, persoalan ini harus diselesaikan melalui pemeriksaan Inspektorat. Kami menunggu hasilnya dan akan menindaklanjuti sesuai rekomendasi yang keluar,” ujar Dyan.
Namun demikian, Dinkes juga telah mengambil langkah cepat dengan meminta agar seluruh uang hasil pungutan yang masih tersisa dikembalikan kepada pegawai. Langkah ini dinilai penting untuk mencegah timbulnya persoalan hukum di kemudian hari.
“Karena praktik seperti ini tidak dibenarkan, maka uang yang masih tersisa harus segera dikembalikan. Saya yakin puskesmas memiliki catatan siapa saja pegawai yang telah menyetor, jadi bisa dikembalikan sesuai nama masing-masing,” tegasnya.
Di sisi lain, Plt Kepala Bagian Hukum Setdakab Mojokerto Beny Winarno juga menyoroti pelanggaran etika dan disiplin ASN dalam kasus ini. Menurutnya, praktik pungutan tanpa dasar hukum jelas bertentangan dengan Peraturan Bupati Mojokerto Nomor 68 Tahun 2019 tentang Kode Etik Aparatur Sipil Negara.
“Perbuatan ini sudah masuk kategori pungutan yang tidak didasari ketentuan peraturan perundang-undangan. ASN dilarang menerima atau meminta pembayaran apa pun di luar ketentuan yang berlaku,” terang Beny.
Ia mengingatkan seluruh ASN di lingkungan Pemkab Mojokerto untuk menjadikan kasus Dawarblandong sebagai pelajaran penting dalam menjaga integritas pelayanan publik.
“Etika pelayanan publik harus dijaga. Jangan sampai hal-hal seperti ini merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga kesehatan milik pemerintah,” pungkasnya. (Den/Adv)














