Berita Majalah Detektif Edisi 149, Januari 2017 :
Walikota Minta Proyek Rejoto Tidak Bermasalah, Ketua Komisi II Segera Panggil Kepala PUPR
DPR Panggil Kapolri
Panglima TNI: Indonesia Swasembada Pangan, Negara Lain Takut
Honorer Resah, Gaji Tidak Sesuai UMK
Pemkot dan Kejari Kota Mojokerto MoU Penanganan Permasalahan Hukum
Pengiriman 1.000 Liter Arak Bali Digagalkan
Ketua Komisi I DPRD Kota Mojokerto Sesalkan Ribuan PNS Bolos Kerja
Komisi II DPRD Kota Mojokerto Desak Walikota Agar Perusahaan Jadi Pelanggan PDAM
Perwali Berseberangan Dengan Hasil Hearing Komisi III Dengan Dinas Pendidikan
Anggota Dewan Kota Asal PPP Kritisi Hasil Pengerjaan Aspalisasi Proyek DAK 2016 Rp. 47 Miliar, Hanya Beberapa Bulan Sudah Rusak
Tanah 260 Meter Persegi Milik Akhiyat Diduga Diserobot Pemkot Untuk Bangun Jembatan Rejoto, Akhirnya Pemilik Lapor DPRD Kota Mojokerto
Ketua DPRD Kota Mojokerto Khawatirkan Minimnya PJU Dikawasan Jembatan-Jalan Rejoto, Undang Aksi Kriminal
Setelah Walikota Sukses Memekarkan Wilayah Menjadi 3 Kecamatan, Komisi I DPRD Kota Mojokerto Juga Minta Pemkot Pecah Kelurahan Padat Penduduk
DPRD Kota Mojokerto Soroti Absensi Online yang Kurang Serius
MOJOKERTO – MD : Pendidikan gratis pada jenjang SD dan SMP yang didengungkan Kota Mojokerto ternyata hanya isapan jempol belaka. Pungutan bernilai puluhan juta rupiah masih dilakukan sekolah terhadap orang tua siswa. Ironisnya, praktik pungutan itu justru dilegalkan dengan payung hukum Peraturan Wali Kota (Perwali) jelas ini berseberangan dengan hasil kesepakatan hasil hearing Komisi III yang membidangi pendidikan bersama Ketua dewan dan Kepala Diknas Novi Rahardjo.
Terungkap saat hearing beberapa minggu lalu bahwa praktik pungutan oleh sekolah terhadap para orang tua siswa itu terkuak sudah dalam rapat dengar pendapat antara Dinas Pendidikan dengan Komisi III DPRD Kota Mojokerto pekan lalu. Salah seorang perwakilan Kepala Sekolah SD Negeri menjabarkan secara detil dihadapan Ketua Dewan dan Komisi III.
Pungutan yang membebani siswa dengan dalih sumbangan diantaranya pengadaan seragam khas oranye-hitam untuk 180 murid kelas II-VI senilai Rp 27 juta, setiap murid membayar Rp 150 ribu. Belum lagi pengadaan buku pelajaran untuk 36 murid kelas I senilai Rp 11 juta, demikian juga kegiatan rutin Pemkot Mojokerto yang mewajibkan partisipasi sekolah lagi-lagi membebani para orang tua siswa. Seperti pengadaan seragam gerak jalan hari kemerdekaan RI senilai Rp 5 juta untuk 20 murid, setiap murid diminta membayar Rp 250 ribu; partisipasi pawai sepeda hias senilai Rp 8,5 juta untuk 17 murid, setiap murid dikenai Rp 500 ribu; partisipasi pawai ta’aruf untuk 20 murid senilai Rp 2,5 juta, setiap murid diminta membayar Rp 120 ribu, dan konsumsi murid dalam partisipasi salawat akbar Rp 300 ribu.
“Semua kegiatan-kegiatan itu tak tercover Bosko (BOS pendamping dari Pemkot Mojokerto red) karena dana tak mencukupi. Setiap siswa mendapatkan Bosko Rp 30 ribu per bulan. Kami mempunyai 216 siswa sehingga dalam setahun kami mendapatkan Bosko Rp 77,76 juta,” kata Kepala Sekolah yang minta identitasnya dilindungii di hadapan Ketua Dewan dan segenap pimpinan dan angota Komisi III.
Saat ditemui media di Peresmian Jembatan Rejoto beberapa hari lalu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Mojokerto, Novi Rajardjo membenarkan adanya praktik pungutan tersebut. Tak hanya di sekolah SD, pungutan juga terjadi di sekolah-sekolah SMP. Menurut dia, pungutan itu terpaksa dilakukan masing-masing sekolah lantaran dana Bosko dan BOS dari pemerintah pusat tak cukup untuk menutup semua biaya kegiatan sekolah.
“Juknisnya Bosnas dan Bosko sudah jelas, tetapi setelah digunakan sekolah sesuai ketentuan, ternyata masih kurang. Jadi, untuk menuju ke pendidikan yang ideal, itu (Bosko) masih kurang,” ujarnya, Selasa (24/1).
Ironisnya, pungutan yang membebani para orang tua siswa itu selama bertahun-tahun dilegalkan dengan Peraturan Wali Kota Mojokerto No 21 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembiayaan Pendidikan. Diperparah lagi dengan adanya Peraturan Menteri Pendidikan No 75 Tahun 2016 yang membolehkan sekolah menggalang sumbangan dari masyarakat. Payung hukum ini lah yang membuat para kepala sekolah leluasa melakukan pungutan kepada para orang tua siswa.
“Didalam Perwali memang boleh memungut dengan item-item yang ditentukan. Orang menyebutnya macam-macam, ada sumbangan, ada pungutan, tapi esensinya karena dana BOS masih kurang. Nah, ini yang kami upayakan dalam PAK nanti tidak terjadi itu lagi,” jelas Novi mantan ajudan abdul gani soehartono. (Mar)