Kadisnaker: UMK Jatim 2017 akan Naik 8,25 Persen

SURABAYA – MD : Ribuan buruh dari berbagai daerah kembali menggelar unjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi, Selasa (18/10). Seperti unjuk rasa sebelumnya, mereka menyatakan menolak rencana pemerintah yang akan menerapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2017. Kepala Disnakertransduk Jawa Timur, menemui perwakilan pengunjuk rasa tersebut. Berikut laporan selengkapnya.
     
Ribuan buruh itu tiba di Grahadi sekitar pukul 15.15 WIB. Mereka tampak terlatih dan berjajar mengikuti arahan koordinator aksi dari atas mobil komando.
    
Setiba di Grahadi, massa langsung berjajar dan melakukan orasi bergantian. Dengan datangnya ribuan buruh, Jalan Gubernur Suryo sempat ditutup karena massa buruh memenuhi badan jalan

Gubernur Suryo.
Sebelum bergabung bersama massa buruh dalam aksi unjuk rasa menolak penerapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2017 di Gedung Negara Grahadi, sebagian buruh sempat berunjuk rasa di DPRD Kota Surabaya, Selasa (18/0/2016).
    

Nuruddin Hidayat Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia FSPMI Surabaya mengatakan, aksi di Jalan Yos Sudarso itu fokus pada dua tujuan.
    
Pertama, untuk mendorong agar DPRD Kota Surabaya meneruskan surat rekomendasi kepada pihak terkait baik di Pemkot Surabaya, Provinsi Jatim, hingga Pemerintah Pusat, agar UMK ditetapkan berdasarkan hasil survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
    
“Informasinya, saat ini UMK ada dua opsi. Pertama opsi dari Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) bahwa kenaikan UMK hanya 9 pesen, dan opsi dengan survey KHL oleh Dewan Pengupahan Disnaker Kota Surabaya,” ujarnya.
    
Buruh, tentu saja mendorong agar pemerintah menerapkan peningkatan UMK berdasarkan hasil survei KHL dan menolak opsi dari Apindo yang ditetapkan berdasarkan PP 78/2015 tentang Pengupahan.
    
Selain itu, buruh FSPMI Surabaya juga meminta agar DPRD Kota Surabaya merekomendasikan agar pelimpahan tenaga pengawas ketenagakerjaan di lingkungan Disnaker Surabaya ke Provinsi Jatim ditunda.
    
“Karena saat ini, kami juga masih menunggu gugatan uji materi UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah ke MK,” ujar Nuruddin. Ini, kata dia, mengingat belum adanya aturan teknis penempatan tenaga pengawas ketenagakerjaan ini.
    
Penempatan tenaga pengawas ini, menurutnya akan sangat mempengaruhi penyelesaian sengketa industri antara buruh dengan perusahaan.
    
“Kalau penempatannya tetap di masing-masing kabupaten/kota, masih mending. Kalau ditempatkan di Provinsi, nanti bagaimana buruh yang ada di daerah? Aksesnya akan sulit,” ujarnya.
    
Di depan Gedung Grahadi, Jazuli  yang merupakan salah satu koordinator massa dari Federasi Serikat Pekerja Metal (FSPMI) menyatakan penolakan terhadap UMP. “Dengan UMP maka rezim upah murah akan kembali terjadi karena UMP nilainya pasti di bawah UMK di ring satu,” kata Jazuli.
    
Apalagi UMP akan ditetapkan sesuai peraturan pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan dengan rumusan UMK Jawa Timur terendah ditambah pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang besarannya sekitar 9 persen.
     
Padahal UMK terendah di Jawa Timur adalah Kabupaten Trenggalek, Ponorogo, Pacitan, dan Magetan yang hanya Rp1.283.000. (Dhonna)

Berita Majalah Detektif Edisi 146, Oktober 2016:

Pencairan Dana Lapindo Rp 54 Milyar Disetujui
Kadisnaker: UMK Jatim 2017 akan Naik 8,25 Persen
Komisi B DPRD Kabupaten Mojokerto Kunjungi PT Multi Bintang
Kota Mojokerto Raih Penghargaan Kota Sehat
Lagi, Banjir Lumpur Genangi Pulau Merah

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *