Inilah Kesaksian Risma di Mahkamah Konstitusi

JAKARTA – MD : Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, menghadiri sidang gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, terutama terkait dengan pengelolaan SMA/SMK, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (8/6). Dia datang sebagai saksi dalam sidang yang ketujuh kali di MK.
    
Selain Risma, juga hadir sebagai saksi adalah Martadi, Ketua Dewan Pendidikan Surabaya, dan Edi Sugiarto, tenaga kependidikan di sebuah sekolah di Surabaya. Juga hadir sebagai saksi ahli, Haryono, mantan hakim konstitusi, dan Philipus M Hadjon, guru besar Fakultas Hukum Unair Surabaya.
     
Sidang dimulai sekitar pukul 10.30 dan dipimpin oleh Arief Hidayat selaku Ketua Majelis Hakim. Arief didampingi tujuh hakim anggota, yaitu Aswanto, Anwar Usman, Manahan Sitompul, I Dewa Gede Palaguna, Wahduddin Adams, Maria Farida Indrati, dan Suhartono.
    
Dari kelima saksi itu, Risma mendapat giliran pertama, kemudian Hartadi, Edi, lalu Philipus, dan terakhir Haryono. Dalam kesaksiannya, Risma menjelaskan mengenai kiprah Pemkot Surabaya dalam menangani permasalahan pendidikan, terutama yang berhubungan dengan anak-anak kurang mampu dan marginal.
     
“Anak-anak tidak cukup jika hanya mengenyam pendidikan SMP, mereka harus setidaknya lulus SMA. Bahkan ada beberapa anak tak mampu kami sekolahkan hingga perguruan tinggi,” kata Risma.
     
Sebagian besar biaya untuk mendidik anak-anak, baik yang berkecukupan maupun kurang mampu, berasal dari APBD Pemkot Surabaya. Menurutnya, dana dari pusat ‘hanya sedikit’, tak akan mencukupi untuk menyelenggarakan program pendidikan di Surabaya.
    
Walikota Surabaya Tri Rismaharini menyebutkan bahwa tidak ada jaminan pendidikan akan menjadi lebih baik bila kewenangan pengelolaan pendidikan menengah diserahkan kepada pemerintah provinsi sebagaimana diatur Undang-Undang Pemerintah Daerah.
    
“Anggaran Surabaya untuk SMA/SMK sudah Rp 500-600 miliar setahun. Anggaran Pemerintah Provinsi Jawa Timur hanya Rp 400 miliar, bagaimana mau dialihkan,” ujar Risma.
     
“Yang mulia, mohon dengan hormat, lakukanlah permohonan kami,” katanya.
    
Pada bagian akhir persidangan, Ketua Majelis Hakim, Arief Hidayat, menyatakan, sebenarnya persoalannya bukan terletak pada UU-nya tapi orang yang berada di balik UU tersebut. Kalau gubernurnya sekaliber Risma, sepertinya pelaksanaan pendidikan akan berjalan baik.
    
“Yang penting kan siapa yang di balik UU. Makanya, nanti seandainya Bu Risma menjadi gubernur, jangan mempermasalahkan UU-nya ya,” kata Arief.
   
 “Ya, tidaklah yang mulia,” ujar Risma, menimpali.
     
Setelah Arief menanyakan, apakah ada hal lain yang hendak disampaikan oleh baik oleh pemohon maupun termohon, dan semuanya menyatakan sudah tidak ada lagi.
     
Sidang dinyatakan selesai. Agenda berikutnya adalah penyerahan kesimpulan dari para pihak yang dijadwalkan pada 16 Juni mendatang. (Indigo)

Berita Majalah Detektif Edisi 142, Juni 2016 :

Inilah Kesaksian Risma di Mahkamah Konstitusi
Nama Calon Kapolri Belum Sampai ke Meja Presiden
Wawali: Sunrise Mall Diharap Terima Produk UKM Mojokerto
Mahasiswa dan Oknum Wartawan Retas Situs Pemkot Mojokerto
Bamus DPRD Kabupaten Mojokerto Adakan Raker dengan SKPD Pemkab Mojokerto

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *