SURABAYA – majalahdetektif.com : Menjelang agenda sidang tuntutan terhadap tiga terdakwa Pimpinan Dewan Kota Mokokerto masing masing Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq dalam sidang lanjutan kasus OTT KPK Selasa (14/11/2017), Ketiganya nangis ‘ngugluk’ bergantian sesuai kata-kata yang terucap mereka selain merasa salah dan minta maaf pada masyarakat kota Mojokerto, juga takut nasib keluarganya serta ada kata ‘nelongso’ akibat dirinya akan terkena hukuman berat namun 22 anggota dewan lainnya kini hidup enak, bergaji besar, sering berpelesir dan tidak tersentuh hukum sementara terbayang ketiga terdakwa akan nasib keluarganya dan terancam bangkrut dan tidur di hotel prodeo yang pengab, panas, banyak nyamuk dan tidak bisa berkumpul dengan keluarganya.
Menurut ketiga terdakwa didepan Hakim dirinya sebagai pimpinan Dewan yang berperan sebagai ‘bapaknya’ selalu mengusahakan sumber -sumber keuangan diluar gaji dan HR Dewan dan menurut pengakuannya anggotanyalah yang mendesak-desak agar mengegolkan upaya haram tersebut termasuk ngegolkan ‘masukan haram’ berupa komitment fee proyek Jaring Aspirasi Masyarakat (Jasmas) sebesar 1 milliar hingga 1,5 miliar tiap anggota dewan.
“Kami ini menjabat Ketua Dewan masih belum genap dua tahun, kami kurang pengalaman terjebak hanya menuruti keinginan semua anggota dewan, hutang saya banyak Pak Hakim Pak Jaksa, jika kami setelah dipecat, menganggur terus dipenjara bertahun-tahun gimana nasib anak dan istriku pak Hakim” Keluh Purnama seraya sesengukan sambil mengusap air matanya.
Sementara Umar Faruq terlihat cukup tegar, sebab sampai saat ini Wakil Ketua DPRD ini masih Non aktif belum dipecat dan masih menerima haknya sebagai pimpinan sewan akibat partainya tidak pernah memecat atau menggantikannya saat diberi kesempatan Hakim untuk menyampaikan sesuatu sebelum dituntut Jaksa minggu depan juga meminta maaf teeutama pada Ibu, anak dan istrinya, masyarakat kota dan pengurus Partai Pan, dia menyatakan bahwa dia ditangkap KPK dirumah PAN, mengaku tidak membawa uang pemberian Wiwied namun dipegang Hanif kontraktor kepercayaan Wiwied.
“Demi Allah saat KPK menangkap saya, saya posisi tidak membawa uang 300 juta yang dituduhkan, kami juga masih muda kurang berpengalaman sekali lagi kami minta maaf pada Ibu, anak istri saya, terutama semua warga dan kontituens saya sungguh kami tidak mengira begini jadinya nasib saya dan keluarga tragis, mohon Pak Hakim dan Pak Jaksa memberikan hukuman ringan pada saya sekali lagi saya khilaf saya mohon ampun dan dimaafkan” ucapnya berkaca-kaca sambil menangis Dihadapan majelis dan melirik Ibu dan istrinua yang setia menghadiri sidangnya.
Tangisan pecah juga berasal dari Abdullah Fanani anggota dewan flamboyan yang sudah menjabat empat periode, dia tidak mengira kariernya sejak jadi guru hingga menjabat sebagai salah satu pimpinan dewan berakhir gara-gara mengupayakan THR lima jutaan terhadap anggota dewan kota, Kami Pak Hakim, Pak Jaksa selama ini tak pernah sekalipun saya melangar hukum, kami berusaha menjadi dewan dan bapak yang baik untuk keluarga dan DPRD Kota Mojokerto, kasihanilah kami Pak Hakim Pak Jaksa, anak saya masih kecil-kecil, masih SMP gimana nasibnya kelak tanpa kami, mohon kesalahan kami dimaafkan dan dihukum seringan-ringannya” ucapnya bergetar sambil nangis ‘ngugluk’
Sesuai pantauaan media ini dalam sidang sebelum menyampaikan harapan JPU KPK mencecar dengan pertanyaan-pertanyaan yang nengiruming agar ketiga terdakwa mengakui perbuatannya terutama pembagian uang,uang setoran tribulanan, uang tahunan 65 jutaan dan penerimaan Komitmen fee proyek Jasmas antara 8 prosen hingga 13 prosen dari nilai proyek setelah dipotong pajak, Jaksapun juga menggiring untuk pengakuaan ketiga terdakwa akan pelanggaran terhadap Tatip DPRD Kota Mojokerto, KUHP, UU Tipikor dan perundangan lain yang memberatkan. (achmadmardianto)